Judul Buku : Negara dan Bandit Demokrasi
Penulis : I. Wibowo
Penerbit : Kompas Media Nusantara
Cetakan : cetakan I, Februari, 2011
Tebal : xi + 130 halaman
Harga : Rp35.000,-
Penulis : I. Wibowo
Penerbit : Kompas Media Nusantara
Cetakan : cetakan I, Februari, 2011
Tebal : xi + 130 halaman
Harga : Rp35.000,-
Sudah lebih satu dasawarsa demokrasi kita dorong agar tumbuh kembang di Indonesia. Namun hingga saat ini paham tersebut tidak kunjung tercapai seperti apa yang sering digembor-gemborkan.
Maka timbul sebuah pertanyaan ada apa sebenaarnya dengan demokrasi kita saat ini? Banyak sekali hal-hal yang mewarnai negara ini sejak reformasi 1998 lalu. Semua terjawab di dalam buku terakhir Romo Ignatius Wibowo SJ (1952-2010) ini. Buku yang bertajuk negara dan bandit demokrasi ini terdiri dari 13 artikel tulisan I. Wibowo, Fran Magnis-Suseno SJ, Abd. Rohim Ghozali, Budiman Sujdatmiko dan Rizal Sihbudi yang kesemua tulisannya ada hubungannya dengan masyarakat Cina, RR cinadan masa depan yang kemudian dipungutnya untuk mempersoalkan praksis demokratisasi di indonesia.
Buku ini dimulai dengan artikel tentang masyarakat Tionghoa di Indonesia dan bahkan di negara lain. China sebagai kelompok minoritas selalu dijadikan pelampiasan dari kekesalan. Kita pasti ingat pada tahun 1998 yang dijadikan sasaran dalam proses demokrasi.
Pancaroba demokrasi sedang terjadi. Fenomena paling mendasar bagi terjadinya peralihan musim demokrasi adalah adanya ranjau bagi kebebasan berpendapat. Sebagai contoh kasus kerusuhan yang dialami rakyat Tionghoa 1998 demokrasi dalam bayang-bayang kematian. Secara tidak sadar, kebebasan telah menjadi sebuah peristiwa yang berbahaya. Ketakutan menyertai atas setiap pendapat yang dikeluarkan. Sebab, ”penegak keadilan” sudah setia menunggu untuk mengadili dan tentu saja memberi hukuman. Ketika Orde Baru berkuasa, negara menjadi ancaman bagi kebebasan berpendapat.
Soal demokrasi di Indonesia Wibowo sitir dari tesis Mancur Olson (Power and Prosperity, 2000) untuk menjawab pertanyaan mengapa setelah pemerintah yang tak kunjung datang sebuah kemakmuran.
Untuk menutup wacana yang dia gulirkan ”Demokrasi Untuk Indonesia?” Wibowo hanya menutupnya dengan dua kata yaitu manfaatkan demokrasi. Dakam artikel tersebut juga Wibowo memberikan pendapatnya bahwa sebuah demokrasi yang terjadi saat itu harus dimanfaatkan. Dimanfaatkan dalam dialog transisi.
Wibowo dengan sembilan artikelnya dalam buku ini mencoba membawa persoalan demokrasi Cina untuk bahan wacana demokrasi di Indonesia, bahwa bandit yang mengembara dan bandit yang menetap harus dihentikan dan satu paham yang digulirkannya adalah demokrasi harus selalu diperkaya dan dibangun. Dan empat artikel yang lain hanyalah sebagai pelengkap dalam buku ini atas tanggapan mengenai demokrasi.
Buku ini layak dibaca bagi untuk melihat sejauh mana demokrasi kita saat ini, baik atau buruk dan melihat semua persoalan dengan gampang. Buku kecil ini juga sebagai refleksi bagi kita agak melihat kepada China yang selalu kukuh membangun sektor ekonominya dengan jatuh bangun. (OZ)
Imam Khanafi
Peresensi adalah Kordinator Kelompok Pecinta Tulis (KPT) Kudus
0 komentar:
Posting Komentar